“Menjadi PEMIMPIN bukan sebuah BERKAH, tapi justru ini adalah sebuah AMANAH. Ketika itu yang dipakai maka apa yang dilakukan pemimpin seharusnya Melayani, Merendahkan diri, Ramah, Berbaik hati kepada orang yang dipimpinnya.”
(Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D)
Tidak selalu mudah memang, melakukan pelayanan kepada bawahan, karena kita dituntut untuk merendahkan ego, meninggalkan gengsi, dan mengabaikan sifat arogan kita. Tetapi ketika itu dilakukan maka bisa menjadi wujud bahwa kita ingat bahwa kita merupakan pemimpin. Pemimpin artinya kita mendapatkan kehormatan dan kemuliaan dari orang yang dipimpin.
“Agama Islam mengajarkan kita untuk membalas kebaikan dengan lebih baik, seperti membalas kehormatan dengan kehormatan yang lebih lagi.”
Ketika kita memberi kehormatan kepada pengikut, maka Allah akan memberikan balasan berupa kehormatan yang lebih kelak di akhirat. “…. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu karena Allah semata melainkan Dia pasti mengangkat (derajat) nya.” (HR. Muslim no 2588).
Dalam menyikapi situasi organisasi suatu instansi terkadang tidak seperti konsep
kelembagaan yang dijalankan, banyak hal yang terjadi didalamnya seiring dengan
pergantian sosok pimpinan dan kebijakannya serta metode dalam memimpin
bawahannya. Saya menemukan tulisan yang mungkin bisa membuka hati para pimpinan
yang berada di suatu instansi dalam memahami situasi serta kondisi karakter
bawahannya agar suasana organisasi menjadi harmonis dan sehat demi tercapainya
visi dan misi kelembagaan.
Kepemimpinan yang melayani (servant leadership)
merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi
krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para
pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan
kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas
dirinya.
Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan
beroperasi dengan standar moral spiritual. Pada tataran ini pejabat eselon IV
biasanya yang langsung berhadapan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan
harus mampu memberikan pelayanan prima sehingga dapat menjamin kepuasan
pelanggan. Menurut Spears, pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan
perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan.
Selanjutnya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dalam
memimpin orang lain.
Selain mempengaruhi bagaimana perilaku karyawan tersebut,
manager sudah pastinya harus menguasai hal-hal seperti manajemen yang biasa
dibutuhkan untuk mengatasi kerumitan dengan cara membuat tata tertib dengan
menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat,
setelah itu memantau hasil yang sudah dilakukan dengan cara membandingkannya
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian gaya manajemen dalam
hal memimpin dan melayani dalam satu harmoni, dan terdapat interaksi dengan
lingkungan.
Seseorang Servant Leader adalah seseorang yang memiliki kuat untuk
melayani dan memimpin, yang terpenting adalah mampu menggabungkan keduanya untuk
saling memperkuat secara positif (Trompenaars dan Voerman). Dari beberapa
pengertian di atas maka terdapat sepuluh
karakteristik servant leadership (Spears, 2002:27-29) yaitu sebagai berikut:
1.
Mendengarkan (listening) Servant leader mendengarkan dengan penuh perhatian
kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas keinginan kelompok,
juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri;
2. Empati (empathy) Pemimpin yang
melayani adalah mereka yang berusaha memahami rekan kerja dan mampu berempati
dengan orang lain;
3. Penyembuhan (healing) Servant leader mampu menciptakan
penyembuhan emosional dan hubungan dirinya, atau hubungan dengan orang lain,
karena hubungan merupakan kekuatan untuk transformasi dan integrasi;
4.
Kesadaran (awareness) Kesadaran untuk memahami isu-isu yang melibatkan etika,
kekuasaan, dan nilai-nilai. Melihat situasi dari posisi yang seimbang yang lebih
terintegrasi;
5. Persuasi (persuasion) Pemimpin yang melayani berusaha
meyakinkan orang lain daripada memaksa kepatuhan. Ini adalah satu hal yang
paling membedakan antara model otoriter tradisional dengan servant leadership;
6. Konseptualisasi (conceptualization) Kemampuan melihat masalah dari
perspektif konseptualisasi berarti berfikir secara jangka panjang atau visioner
dalam basis yang lebih luas;
7. Kejelian (foresight) Jeli atau teliti dalam
memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan
konsekuensi dari keputusan untuk masa depan;
8. Keterbukaan (stewardship)
Menekankan keterbukaan dan persuasi untuk membangun kepercayaan dari orang lain;
9. Komitmen untuk Pertumbuhan (commitment to the growth of people) Tanggung
jawab untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional karyawan
dan organisasi;
10. Membangun Komunitas (building community) Mengidentifikasi
cara untuk membangun komunitas. Dengan demikian, karakteristik utama yang
membedakan antara kepemimpinan pelayan dengan model kepemimpinan lainnya adalah
keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin.
Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin.
Sedangkan prioritas kepemimpinan pelayan yang pertama dan utama adalah pada
pengembangan bawahan yang menghasilkan nilai tambah bagi Organisasi, lalu
terciptanya kepuasan Institusi yang diikuti dengan keberhasilan yang
berkesinambungan.
Sumber tulisan:
- Kutipan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D
- Situs Kementrian keuangan:
Penulis Seksi Hukum
dan Informasi – KPKNL Palu
#abaharts
No comments:
Post a Comment