Sunday 12 February 2023

SERVANT LEADERSHIP


“Menjadi PEMIMPIN bukan sebuah BERKAH, tapi justru ini adalah sebuah AMANAH. Ketika itu yang dipakai maka apa yang dilakukan pemimpin seharusnya Melayani, Merendahkan diri, Ramah, Berbaik hati kepada orang yang dipimpinnya.”

(Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D)


Tidak selalu mudah memang, melakukan pelayanan kepada bawahan, karena kita dituntut untuk merendahkan ego, meninggalkan gengsi, dan mengabaikan sifat arogan kita. Tetapi ketika itu dilakukan maka bisa menjadi wujud bahwa kita ingat bahwa kita merupakan pemimpin. Pemimpin artinya kita mendapatkan kehormatan dan kemuliaan dari orang yang dipimpin.

“Agama Islam mengajarkan kita untuk membalas kebaikan dengan lebih baik, seperti membalas kehormatan dengan kehormatan yang lebih lagi.

Ketika kita memberi kehormatan kepada pengikut, maka Allah akan memberikan balasan berupa kehormatan yang lebih kelak di akhirat. “…. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu karena Allah semata melainkan Dia pasti mengangkat (derajat) nya.” (HR. Muslim no 2588).

Dalam menyikapi situasi organisasi suatu instansi terkadang tidak seperti konsep kelembagaan yang dijalankan, banyak hal yang terjadi didalamnya seiring dengan pergantian sosok pimpinan dan kebijakannya serta metode dalam memimpin bawahannya. Saya menemukan tulisan yang mungkin bisa membuka hati para pimpinan yang berada di suatu instansi dalam memahami situasi serta kondisi karakter bawahannya agar suasana organisasi menjadi harmonis dan sehat demi tercapainya visi dan misi kelembagaan. 

Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. 

Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual. Pada tataran ini pejabat eselon IV biasanya  yang langsung berhadapan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan harus mampu memberikan pelayanan prima sehingga dapat menjamin kepuasan pelanggan. Menurut Spears, pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Selanjutnya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dalam memimpin orang lain.

Selain mempengaruhi bagaimana perilaku karyawan tersebut,  manager sudah pastinya harus menguasai hal-hal seperti manajemen yang biasa dibutuhkan untuk mengatasi kerumitan dengan cara membuat tata tertib dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, setelah itu memantau hasil yang sudah dilakukan dengan cara membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian gaya manajemen dalam hal memimpin dan melayani dalam satu harmoni, dan terdapat interaksi dengan lingkungan. 

Seseorang Servant Leader adalah seseorang yang memiliki kuat untuk melayani dan memimpin, yang terpenting adalah mampu menggabungkan keduanya untuk saling memperkuat secara positif (Trompenaars dan Voerman). Dari beberapa pengertian di atas maka terdapat sepuluh karakteristik servant leadership (Spears, 2002:27-29) yaitu sebagai berikut: 
1.  Mendengarkan (listening) Servant leader mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas keinginan kelompok, juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri;
2.  Empati (empathy) Pemimpin yang melayani adalah mereka yang berusaha memahami rekan kerja dan mampu berempati dengan orang lain;
3.  Penyembuhan (healing) Servant leader mampu menciptakan penyembuhan emosional dan hubungan dirinya, atau hubungan dengan orang lain, karena hubungan merupakan kekuatan untuk transformasi dan integrasi;
4.  Kesadaran (awareness) Kesadaran untuk memahami isu-isu yang melibatkan etika, kekuasaan, dan nilai-nilai. Melihat situasi dari posisi yang seimbang yang lebih terintegrasi;
5.  Persuasi (persuasion) Pemimpin yang melayani berusaha meyakinkan orang lain daripada memaksa kepatuhan. Ini adalah satu hal yang paling membedakan antara model otoriter tradisional dengan servant leadership;
6.  Konseptualisasi (conceptualization) Kemampuan melihat masalah dari perspektif konseptualisasi berarti berfikir secara jangka panjang atau visioner dalam basis yang lebih luas;
7.  Kejelian (foresight) Jeli atau teliti dalam memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan;
8.  Keterbukaan (stewardship) Menekankan keterbukaan dan persuasi untuk membangun kepercayaan dari orang lain;
9.  Komitmen untuk Pertumbuhan (commitment to the growth of people) Tanggung jawab untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional karyawan dan organisasi;
10.  Membangun Komunitas (building community) Mengidentifikasi cara untuk membangun komunitas. Dengan demikian, karakteristik utama yang membedakan antara kepemimpinan pelayan dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. 

Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin. Sedangkan prioritas kepemimpinan pelayan yang pertama dan utama adalah pada pengembangan bawahan yang menghasilkan nilai tambah bagi Organisasi, lalu terciptanya kepuasan Institusi yang diikuti dengan keberhasilan yang berkesinambungan. 


Sumber tulisan: 
- Kutipan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D
- Situs Kementrian keuangan:
  Penulis Seksi Hukum dan Informasi – KPKNL Palu

#abaharts

No comments: